BIMA (SM) – Konon katanya dalam bahasa yang paling purba, IMM itu tidak boleh TERJERUMUS politik praktis, karena politik praktis tidak memberikan cerminan yang baik sebagaimana yang di harapkan dengan kehadiran IMM sebagai pembawa Rahmat dalam menjalankan misi menggembirakan semesta. Prinsip tersebut juga di pegang teguh oleh Muhammadiyah. Hal tersebut bisa kita temukan dalam jejak digital yang di tinggalkan oleh Prof HAEDAR NASHIR, Ketua Umum PP Muhammadiyah dalam Muktamar Pemuda Muhammadiyah ke XVII di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada Senin 26 November 2018.
Tidak ada yang berubah dari Muhammadiyah dan tidak akan pernah berubah. Muhammadiyah tetap berdiri dengan kepribadian dan khittahnya,”. Beliau menjelaskan sejak dibentuk organisasi yang didirikan pada 1912 di Yogyakarta oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan ini tak pernah terlibat politik praktis.
Pernyataan Sikap tersebut seolah menyatakan bahwa ia akan tetap menjaga Muhammadiyah sebagai organisasi netral dan tidak terikat dengan politik praktis dan itu juga menjadi pedoman serta prinsip yang menjadi pusat perhatian Ortom Muhammadiyah ke bawah.
Setiap periode, sejak mulai didirikan oleh Kiai Dahlan sampai kapan pun, Muhammadiyah selalu mengambil jarak dari pergumulan politik praktis. Itu sudah prinsip yang tak akan berubah.
Nampaknya pesan spiritual tersebut kian hari kian gugur dan tenggelam di antara pergulatan pikiran warga perserikatan, diantaranya juga IMM. Kita bisa saja menggerakkan akal serta kemampuan prediksi kita untuk sampai pada kenyataan bahwa mungkin saja hal ini bisa terjadi karena pergulatan dan saling gesek serta transisi pikiran para kader-kader di bawah yang tidak bisa menangkap makna pesan spritual tersebut. Padahal pesan itu adalah ruh yang menggerakkan Muhammadiyah sehingga Muhammadiyah bisa tetap eksis sampai saat ini.
Kita bisa saja mengatakan bahwa IMM tidak mungkin terjun dalam politik praktis, karena IMM adalah barang mati yang ruh nya di kendalikan oleh petinggi-petinggi IMM. Namun kita juga tentunya tidak bisa menafikan bahwa Petinggi-petinggi IMM merupakan representasi dari IMM. Karena berbicara IMM dan Petinggi IMM adalah kesatuan yang sangat tidak bisa di pisahkan.
IMM Bisa eksis karena ada pengurus, sementara pengurus IMM bisa menjalankan roda kepemimpinan IMM karena ada wadah IMM.
Kendati pesan spritual di atas telah mendarah daging dan menjadi prinsip utama MUHAMMADIYAH, namun banyak juga kader-kader Muhammadiyah yang tergabung di dalam IMM terjerumus dalam politik praktis. Mungkin faktor utamanya adalah karena tahun 2024 adalah tahun politik, sehingga pergulatan politik tersebut menjerat kader IMM. YAH, walaupun setiap warga negara memiliki hak politik dan kader IMM adalah warga negara Indonesia, namun hak tersebut tidak mewakili identitas nya sebagai kader IMM.
Namun hal itu tidak berlaku bagi IMM di wilayah Garis keras, tidak peduli apakah ia mewakili pribadi sebagai warga negara atau mewakili dirinya sebagai pemegang otoritas tertinggi di IMM, yang penting kepentingan pribadi bisa terlaksana.
Tak tanggung-tanggung, IMM garis keras menyuarakan 4 periode terhadap calon legislatif DPR RI dengan mengatasnamakan ini merupakan suara IMM.
Selain di iming-iming oleh calon legislatif yang kini menduduki jabatan DPR RI 3 Periode yang saat ini berada di komisi IV dengan birahi duniawi, yakni uang sejumlah 50. Juta Rupiah dengan catatan bahwa kader yang hadir tersebut ikut mencoblos nya, kesan kekejaman Pimpinan terekam jelas dalam nada yang lantang yang menyuarakan bahwa kita siap memenangkan kompetisi ini.
Adalah suatu hal yang kontroversial dengan kewibawaan IMM jika hendak di jual dengan harga 50. Juta. Angka Empat menjadi instrumen politik di wilayah IMM Garis keras.