| Labuhan Batu Utara | suaramassa.co.id- Bimbingan Teknis (Bimtek) Desa se-Kabupaten Labuhan Batu Utara yang akan dilaksanakan di Pulau Batam, Provinsi Kepulauan Riau, pada tanggal 16-19 September 2024, memang menuai berbagai kritik, termasuk dari kalangan aktivis. Salah seorang aktivis mahasiswa, A. Putra, menilai kegiatan tersebut sebagai penghamburan uang Dana Desa dan mengindikasikan adanya dugaan tindak pidana korupsi yang terstruktur dan masif.
Kritik ini mencerminkan keprihatinan atas penggunaan dana desa yang seharusnya dialokasikan untuk pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Jika benar adanya dugaan korupsi, hal ini akan menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat, terutama dalam pemanfaatan dana untuk kebutuhan yang lebih mendesak di tingkat desa.
Perlu adanya investigasi dan audit transparan terkait penggunaan Dana Desa dalam kegiatan Bimtek tersebut agar tidak menimbulkan potensi penyalahgunaan yang berdampak negatif pada masyarakat lokal. Penyelenggara kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Desa se-Kabupaten Labuhan Batu Utara di Pulau Batam adalah PT. Sarana Adarma Pratama (SADMA Training Center), yang dipimpin oleh M.Guntur Purnama. Alamat perusahaan ini berada di Jl Pesantren no 6 Medan Sunggal, Sumatera Utara.
Informasi ini menambah dimensi baru terkait siapa yang berada di balik penyelenggaraan kegiatan tersebut, yang telah menuai kritik karena dianggap sebagai pemborosan Dana Desa dan dugaan adanya penyalahgunaan anggaran. Keterlibatan pihak swasta seperti SADMA Training Center menimbulkan pertanyaan terkait transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan acara ini.
Jika dugaan-dugaan ini benar, penting bagi pihak berwenang untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut, baik terhadap pelaksanaan kegiatan maupun penyelenggara, demi menjaga integritas penggunaan Dana Desa.
Fakta bahwa alamat PT. Sarana Adarma Pratama (SADMA Training Center) sama persis dengan *Icon Training Center*, yang beberapa bulan sebelumnya juga menyelenggarakan kegiatan serupa untuk seluruh desa se-Kabupaten Labuhanbatu Utara di Medan, menambah keprihatinan terkait transparansi kegiatan Bimtek ini. Kegiatan sebelumnya yang sempat menjadi viral dan trending, dimana memicu aksi demonstrasi dari para aktivis di beberapa titik di Kota Medan, menunjukkan bahwa ada ketidakpuasan dan kecurigaan publik terhadap pelaksanaan dan penggunaan anggaran dalam kegiatan tersebut.
Protes besar-besaran oleh aktivis serta perhatian dari media menunjukkan adanya tekanan publik yang signifikan terhadap pemerintah daerah untuk menjelaskan penggunaan Dana Desa dalam kegiatan-kegiatan seperti ini. Aksi demonstrasi yang dilakukan saat itu menggarisbawahi tuntutan transparansi dan akuntabilitas, mengingat anggaran yang digunakan berasal dari dana publik yang seharusnya dialokasikan untuk kesejahteraan masyarakat desa.
Dengan adanya pola yang serupa dan keterlibatan pihak yang sama dalam kedua kegiatan ini, ada indikasi perlunya penyelidikan lebih lanjut untuk memastikan bahwa tidak terjadi penyalahgunaan dana desa yang bisa merugikan masyarakat.
Dugaan bahwa pihak penyelenggara mengganti nama kelembagaan untuk memuluskan terselenggaranya kegiatan tersebut, padahal aktor di baliknya adalah pihak yang sama, semakin memperkuat kekhawatiran adanya praktik tidak transparan. Tindakan seperti ini sering kali digunakan untuk menghindari pengawasan ketat atau menutupi jejak dalam kasus penyalahgunaan anggaran, terutama dalam kegiatan yang menggunakan dana publik seperti Dana Desa.
Jika benar adanya bahwa pemain di balik kegiatan Bimtek Desa ini tetap sama meski menggunakan nama lembaga yang berbeda, ini dapat menjadi indikasi adanya skenario sistematis untuk melancarkan kegiatan yang berpotensi koruptif. Praktik semacam ini bisa merugikan masyarakat secara luas karena anggaran yang seharusnya digunakan untuk pembangunan desa malah disalahgunakan untuk kepentingan segelintir pihak.
Pihak berwenang harus segera melakukan investigasi mendalam terkait perubahan nama kelembagaan ini, serta memeriksa lebih lanjut pola keterlibatan pihak-pihak yang sama dalam kegiatan-kegiatan sebelumnya. Audit independen dan pengawasan publik sangat penting untuk mencegah terjadinya korupsi yang semakin terstruktur dan masif.
Khairul, yang bertugas di bagian registrasi penerimaan para peserta dimintai konfirmasi via ponsel miliknya, hanya berdering dan tak menjawab panggilan dari awak media. Begitu juga dengan M.Guntur Purnama direktur perusahaan, yang menyampaikan bahwan beliau sedang berada di luar Kota. Sehingga terkesan enggan memberikan keterangan. Hanya menyampaikan minggu depan baru ada waktu untuk bertemu dengan para rekan² tim media.
Kegagalan pihak-pihak terkait untuk memberikan klarifikasi memperburuk kecurigaan publik terhadap transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan kegiatan ini. Penolakan untuk berkomentar atau memberikan informasi sering kali menjadi tanda bahwa ada hal-hal yang ingin disembunyikan, terutama terkait dugaan penyalahgunaan anggaran.
Dalam situasi ini, transparansi adalah kunci. Penyelenggara seharusnya terbuka untuk memberikan penjelasan yang memadai kepada media dan publik, mengingat kegiatan tersebut melibatkan dana publik yang besar. Jika tidak, hal ini hanya akan semakin memicu spekulasi negatif dan memperkuat dugaan adanya korupsi yang terorganisir.
Beragam narasi liar yang bermunculan terkait pelaksanaan Bimbingan Teknis (Bimtek) tersebut, terutama pertanyaan mengenai apakah penyelenggara telah dilengkapi dengan izin-izin terkait, atau dugaan bahwa penggantian nama perusahaan dilakukan untuk menghindari kewajiban pajak, memperjelas keraguan publik terhadap transparansi kegiatan ini.
Beberapa poin yang perlu diperhatikan dalam dugaan ini:
1. **Izin Pelaksanaan Bimtek**: Setiap kegiatan yang melibatkan anggaran pemerintah, seperti Dana Desa, seharusnya mengikuti prosedur hukum, termasuk memiliki izin resmi untuk menyelenggarakan Bimtek. Jika pihak penyelenggara belum melengkapi izin-izin terkait, seperti izin pelatihan atau sertifikasi yang sah, hal ini bisa menjadi pelanggaran administratif dan bahkan indikasi adanya ketidakpatuhan terhadap regulasi yang berlaku.
2. **Penggantian Nama Perusahaan**: Penggantian nama perusahaan bisa jadi merupakan strategi untuk menghindari pengawasan ketat, terutama terkait pajak. Jika benar penyelenggara mengganti nama perusahaan dengan tujuan untuk menghindari pembayaran pajak atau menutupi kegiatan yang tidak transparan, ini bisa berimplikasi hukum. Pajak perusahaan adalah kewajiban yang harus dipenuhi, dan penghindaran pajak adalah tindakan ilegal.
3. **Pemeriksaan oleh Otoritas**: Kondisi ini menuntut otoritas terkait, seperti pihak pemerintah daerah atau lembaga pajak, untuk melakukan audit dan investigasi lebih lanjut. Mereka perlu memeriksa kelengkapan dokumen izin, serta memantau apakah ada upaya penghindaran pajak atau praktik lain yang melanggar hukum.
4.**Sedekatmanakah hubungan M.Noer Lubis, sebagai kepala dinas PMD Kabupaten Labuhanbatu Utara dengan pemilik Lembaga?.
Transparansi dan kepatuhan terhadap hukum sangat penting untuk memastikan bahwa dana yang dihabiskan benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat desa, bukan malah menjadi ajang penyalahgunaan dana dan pelanggaran hukum.
Masyarakat Labuhan Batu Utara (Labura), bersama para aktivis, sangat berharap agar Aparat Penegak Hukum (APH) dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang ada di Sumatera Utara mendengar aspirasi mereka. Mereka mendesak agar dilakukan penyelidikan menyeluruh terkait dugaan korupsi yang terstruktur, sistematis, dan masif dalam kegiatan Bimtek yang berlangsung di Kabupaten Labura. Harapan ini muncul agar kasus serupa tidak lagi terjadi di masa mendatang, dan agar penggunaan Dana Desa benar-benar berfokus pada kepentingan dan kesejahteraan masyarakat desa.
Aktivis menegaskan bahwa penyelidikan yang menyeluruh oleh pihak berwenang sangat diperlukan untuk membongkar praktik-praktik tidak transparan dan menyalahgunakan kekuasaan yang merugikan masyarakat. Mereka juga meminta agar DJP menyelidiki dugaan penghindaran pajak yang mungkin dilakukan oleh pihak penyelenggara melalui manipulasi kelembagaan.
Dengan tindakan tegas dari APH dan DJP, diharapkan dapat tercipta efek jera, serta perbaikan sistem pengelolaan anggaran publik, sehingga masyarakat Labura dapat merasakan manfaat dari program-program yang tepat guna, dan tidak lagi menghadapi potensi penyalahgunaan dana di masa depan.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) M. Noer Lubis saat di konfirmasikan menyampaikan bahwa, “Benar ada undangan Bimtek Kades ke Luar Provinsi. Karena sudah dianggarkan di Apbdes 2024. Menggunakan Alokasi Dana Desa (ADD)”. Kepala dinas juga mempertanyakan legalitas jurnalis, “Izin ketua, mohon identitasnya supaya mudah komunikasi dari media mana”. Ucap M.Noer. Setelah identitas jurnalis disampaikan barulah Kadis memberi tanggapan, “Untuk judul Penurunan Stunting merupakan prioritas Nasional.
Kegiatan Bimtek Luar Provinsi merupakan usulan para teman² Kepala Desa, mohon diberitakan yang baik² ya Bang”. Ujar M.Noer
Sementara itu, ketua Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) se-Kabupaten Labuhan Batu Utara Ilyas Tanjung saat coba dihubungi memilih untuk tidak memberikan tanggapan terkait polemik dugaan korupsi dalam pelaksanaan Bimtek Desa. Keengganan Ilyas untuk berkomentar semakin memicu kecurigaan dan spekulasi dari masyarakat serta aktivis, yang terus mendesak adanya transparansi dan penyelidikan lebih lanjut.**// ²H