Uncategorized

SETELAH KU ANTAR KAU KE PINTU KEMERDEKAAN, AKU PULANG

279
×

SETELAH KU ANTAR KAU KE PINTU KEMERDEKAAN, AKU PULANG

Sebarkan artikel ini

……INGGIT YANG Dilupakan……. (SERI NOVEL KU ANTAR KE GERBANG)

Dalam novel ini kita akan mendapatkan kisah kehidupan seorang wanita Sunda yang Menjadi pendamping Bung Karno yang sedang menimba ilmu di “ITB yang akan kos di rumah Bu “Inggit” dan suaminya. Bung Karno yang waktu itu masih menggunakan nama Kusno dititipkan Oleh Tcokroaminoto guru sekaligus mertuanya kepada pasangan tersebut selama masa Studinya di Bandung sambil merintis jalannya di bidang politik. Cerita berlanjut dengan Kehidupan Bung Karno di Bandung terutama aktivitas beliau dalam memperjuangkan Kemerdekaan. Diceritakan pula bagaimana romansa bermula di antara “ibu Inggit” dan Bung Karno.

Advertisement
Scroll ke bawah untuk lihat konten

Ketika itu, Bung Karno dan istrinya yakni Ibu Utari bercerai, di susul pula oleh perceraian ibu kos Soekarno yakni Ibu Inggit dengan suaminya. Sehingga dalam waktu ini, keduanya merupakan orang yang sama-sama kehilangan pasangan hidupnya. Lika-liku kehidupan dimulai saat Soekarno menikahi Ibu Inggit sampai pada akhirnya setelah hampir 20 tahun bersama, Inggit dan Soekarno bercerai.

Saat mereka menikah, mereka menjalani kehidupan yang begitu dramatis dimana Pernikahan dan perjalanan rumah tangga “ibu Inggit dan Bung Karno saat itu tepat di tengah perjuangan Melawan belenggu penjajahan.

Dalam hal menjalin kehidupan rumah tangga, walau usia “Inggit” lebih tua 13 tahun ketika Menikah dengan Bung Karno namun “Inggit” mampu menjadi seorang pendamping yang sepadan bagi Bung Karno. perbedaan usia yang mencolok ini malah menjadi keuntungan bagi Bung Karno karena baginya “Inggit” bukan hanya sekedar kekasih dan istri, namun sekaligus ibu yang mengemong dan membimbingnya.

“Inggit adalah wanita sederhana, ia tak bisa membaca dan menulis, namun dalam Kesederhanaan dan keterbatasannya itulah “Inggit mampu membuat Soekarno muda bertumbuh Menjadi seorang pejuang yang tangguh. Ketika bersama “Inggitlah” Bung Karno merintis jalan Politiknya. di politiknya di Bandung ia mendirikan partai Nasional” dan menjadi singa podium yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Di masa ini, Inggit memang tidak menjadi partner nya yang bisa di ajak berdialektika masalah pergerakan, namun dengan ketulusan cintanya Inggit memberikan kasih sayang dan dorongan moril baginya, sesuatu yang tidak bisa diperoleh Bung Karno di arena gelanggang politiknya. Jika Bung Karno di ibaratkan api, Maka Inggit lah kayu bakarnya. Inggit menghapus keringat Soekarno ketika ia kelelahan, Inggit menghibur Soekarno ketika Soekarno kesepian atau membutuhkan dorongan darinya.

Setiap kelelahan, ia memerlukan hati yang lembut,tapi sekaligus memberikan dorongan besar yang mencambuknya, membesarkan hatinya. Ketika Soekarno Istirahat, aku meng-elusnya dan memberikan semangat , memujinya dan mendorong nya lagi.

“Waktu sampai rumah aku harus menyediakan minuman asam untuk mengembalikan suara Kasno yang sudah purau itu. Aku seduh air jeruk atau asam. Aku sendiri yang akan menidurkan kesayangan ku yang besar ini, sang singa panggung ini, tak ubahnya dia layaknya anak kecil yang selalu ingin di manja”. (Halaman 99).

Ketika akhirnya bung Karno di tangkap dan dipenjara di Banceuy Bandung, Inggit tetap senantiasa menjenguk dan memberikan makanan untuk suaminya dipenjara. Untuk mendapatkan uang, Inggit membuat bedak, menjadi agen sabun cuci, membuat dan menjual rokok hingga menjahit pakaian dan kutang. Kegigihan Inggit untuk menafkahi keluarganya saat Bung Karno dalam penjara membuat bung Karno sedih karena telah melalaikan tugasnya sebagai kepala rumah tangga. Ketika hal itu disampaikan kepada istrinya, Inggit memberinya semangat.

“tidak, Kasep, jangan berpikir begitu dan mengapa mesti berkecil hati. Di rumah segala berjalan beres. Tegakkan dirimu Kus, Tegakkan. Teruskan perjuanganmu, jangan luntur karena cobaan semacam ini.! (Halaman 159).

Saat Bung Karno sedang menyusun naskah pembelaannya “inggit” membantu mencari dan Mengirim data serta dokumen untuk resensi suaminya menyusun pembelaan (pledoi). Inggit Dengan berani menyelundupkan data dan dokumen yang diperlukan Bung Karno ke penjara Banceuy. Agar tak ketahuan sipir penjara, ia menyelimutkan naskah tersebut dibalik kebayanya. Jerih payah Inggit membuat Soekarno berhasil menyusun naskah pembelaannya yang sangat terkenal “Indonesia Menggugat” yang dibacakan di Landaard Bandung 18 Agustus 1930.

Dengan cerdas, Inggit memberikan kode rahasia tentang situasi diluar penjara, baik melalui telur yang di bawanya atau Al-Qur’an yang telah diberi kode rahasia kepada suaminya. Dengan demikian walaupun setiap kunjungan selalu di awasi oleh sipir penjara, bung Karno tetap dapat mengetahui baik buruknya situasi perjuangan saat itu.

Pengorbanan dan kesetiaan cinta Inggit tidak hanya terlihat ketika Soekarno di Penjara, masa-masa pembuangan di Ende dan Bengkulu menjadi saksi lagi ketabahan dan kesetiaan nya pada Bung Karno. Sebetulnya Inggit adalah manusia bebas yang memiliki hak untuk tidak ikut bersama suaminya dalam pemulangan, namun cinta dan kesetiaannya pada Bung Karno membuatnya bertekad untuk menyertai suaminya Dalam suka maupun duka.

“..apakah artinya aku sebagai istrinya kalau suami dibuang dan aku tidak ikut Dengannya-…aku sudah tahu, meskipun tidak dikatakan berapa lama kami harus hidup dalam Pembuangan, aku sudah harus siap untuk hidup disana sampai ajal” (Halaman 247)

Niatnya untuk mendampingi suaminya selama di pengasingan benar-benar diwujudkannya. Di masa-masa sulit inilah Inggit menjadi peredam dan tempat berteduh bagi jiwa Bung Karno yang kesepian dan tertekan karena perjuangannya untuk memerdekakan bangsanya harus terhenti entah sampai kapan.

“Aku lalu mengajaknya keluar dari kesepian. Aku harus pandai mencumbunya supaya ia bebas dari tekanan tekanan yang menimpa batinnya.” (Halaman 300).

Malangnya usaha Inggit untuk menghibur dan mendampingi Bung Karno selama di pengasingan ternyata tak cukup. Bung Karno yang saat itu berada di usia yang sedang bergelora tak kuasa melihat kecantikan Fatmawati anak angkatnya sendiri yang di asuhnya bersama Inggit di Bengkulu. Bung Karno akhirnya meminta izin kepada Inggit untuk di izinkan menikah dengan Fatmawati dengan alasan ingin memiliki keturunan. Karena memang satu-satunya yang tidak bisa di berikan Inggit pada suaminya adalah keturunan. Bung Karno tak berniat menceraikan Inggit, ia hanya meminta restu untuk menikah lagi dan status Inggit tetap menjadi istri pertamanya. Dengan tegas Inggit menolak untuk di madu, ia memilih bercerai daripada harus di madu.

“Aku orang Banjaran yang pantangannya adalah dimadu dalam keadaan bagaimanapun…. Sudah aku jelaskan, kalau mau mengambil dia, maka ceraikan aku, aku pantang di madu….” (Halaman 405).

Di tengah kegalauan hatinya, Inggit tetap melayani bung Karno dengan cintanya. Ketika sekutu kalah dan Jepang memasuki Sumatra, Inggit Soekarno harus menghadapi tantangan baru. Walau mereka di izinkan untuk meninggalkan Bengkulu dan diperintahkan untuk menuju Jakarta, mereka harus melakukan perjalanan panjang darat menuju Padang melalui hutan belantara agar terhindar dari pasukan Jepang.
Akhirnya selepas pembuangannya di Bengkulu, pada tahun 1942, Bung Karno dan Inggit resmi bercerai di Jakarta. Perceraiannya ini juga disertai dengan sejumlah persyaratan yang di buat dihadapan 4 serangkai (Harta, K.H. Dewantara, K.H. Mas Mansur dan Soekarno). Bagi Inggit yang telah menjalani bahtera rumah tangganya dengan bung Karno selama hampir 20 tahun, ini adalah satu-satunya peristiwa yang paling menyedihkan dalam hidupnya.

Namun ia tak mau larut dalam kesedihan hatinya. Cintanya yang begitu tulus pada Bung Karno dan kepasrahan dengan jalan hidup yang telah digariskan olehnya membuat Inggit kuat dan mensyukuri apa yang telah dialaminya.

“..sesungguhnya aku harus senang pula karena dengan menempuh jalan yang bukan bertabur bunga, aku telah mengantarkan seseorang sampai di gerbang yang amat berharga” (Halaman 415).

Akhirnya dengan kenyataan yang memprihatinkan, Inggit menyempatkan dirinya untuk menyampaikan beberapa pernyataan

“Kutemani engkau melangkah dan membersamai hidupmu. Inginmu ku penuhi, rapuhmu kudekap, tangismu ku hapus, dinginmu kuhangatkan dan semua pergumulan hidupmu kuselami hanya untuk membuatmu kuat dan merasa di cintai”. Lalu kau bersaksi tidak ada yang mencintaimu sebesar aku.!
Kutemani kau menapaki hari-Sebuah fase baru dihidupmu-tentang mimpi dan cita-cita mu. Ingatkan kau hari-hari itu? Hari dimana engkau memandangku dengan penuh cinta dengan tatapan mata yang lemah, hari-hari dimana kau tertatih dan kau masih merangkak di kota itu. Siapa yang menghapus air matamu saat itu? Siapa yang menelan deritamu agar kau bertahan di kota itu dan kau melangkah. Lalu kau bersaksi “tidak ada yang menyayangi mu sebesar aku”.!!
Sekarang setelah kau sudah merasa mampu berjalan, menemukan orang-orang baru, kaupun pergi tanpa menoleh lagi.
Tanpa cinta….
Tanpa pamit ….
Kau tertawa pongah lalu bersaksi bahwa “Aku kini Bukan Siapamu”…!
(Aku Inggit yang terlupakan……..)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *